Bawaslu Akui Belum Bisa Tindak Tegas Pelanggar Protokol Kesehatan 

Bawaslu Akui Belum Bisa Tindak Tegas Pelanggar Protokol Kesehatan 

CELOTEH RIAU--Belum genap dua hari sejak diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 kembali diwarnai aksi pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 oleh sejumlah pendukung pasangan calon di beberapa daerah. 

Aksi kerumunan terjadi di beberapa daerah seperti Kota Medan, Provinsi Kepulauan Riau, hingga Kabupaten Sleman. Kendati sempat menuai kritik keras, kerumunan terus terjadi bahkan di hari pertama, beberapa jam usai KPU menerbitkan aturan baru soal larangan kerumunan massa lewat Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 tahun 2020. 

Di Kabupaten Sleman, kerumunan terjadi saat KPU menggelar rapat pleno pengundian nomor urut paslon peserta Pilkada, Kamis (24/9/2020). Salah satu Paslon diduga telah sengaja menghadirkan massa di luar gedung saat proses pengundian di Gedung Serbaguna Pemkab Sleman. 


Dimintai konfirmasi, Ketua Bawaslu Kabupaten Sleman, M. Abdul Karim Mustofa mengaku pihaknya tak bisa menindak tegas aksi kerumunan massa yang dilakukan para pendukung paslon saat proses pengundian nomor urut tersebut. 

Menurut Karim, Bawaslu tak memiliki cukup alasan dan dasar hukum untuk menjatuhkan sanksi tegas untuk kasus tersebut. PKPU Nomor 13/2020, ungkapnya, tak memberi kewenangan pihaknya untuk melakukan hal tersebut. 

"Sikap kami ini diputuskan dalam rapat pleno Bawaslu Kabupaten Sleman yang dihadiri lengkap oleh lima orang anggota kami, pada Sabtu, 26 September 2020," kata Karim, Sabtu (26/9). 

Namun demikian, Karim menganggap pihaknya telah melakukan sejumlah langkah pencegahan dan pengawasan protokol Covid-19 yang memadai selama proses pengundian nomor urut Paslon. Bawaslu Kabupaten Sleman, kata Karim kala itu telah menghimbau KPU dan masing-masing Paslon agar membubarkan kerumunan massanya. 


Imbauan itu ditindaklanjuti oleh Paslon dengan membubarkan para pendukungnya. Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com kala itu, pendukung paslon sempat melakukan aksi flashmob sebagai bentuk euforia usai paslonnya mendapatkan nomor urut.

"Kami dan jajaran Polres Sleman juga telah membubarkan kerumunan massa pendukung yang sempat melakukan aksi Flashmob dengan membawa alat peraga tertentu," klaimnya.

Sementara itu di Kota Medan, massa membludak dalam acara deklarasi dukungan terhadap mantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution-Aulia Rachman di Coffee D'Kedan di Jalan KH Wahid Hasyim, Sabtu (26/9), hari pertama massa kampanye. 

Aulia yang turut hadir, mengaku acara dukungan terhadap dirinya itu telah mengabaikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Namun, menurut Aulia, hal itu terjadi lantaran dinas Kesehatan belum sepenuhnya memberi edukasi terhadap masyarakat. 

"Kalau kita lihat protokol kesehatan sudah kita anjurkan tadi. Tapi memang animo masyarakat, kita susah. Saya sering menyampaikan, tolong dinas kesehatan itu mengedukasikan tentang Covid-19 ini," kata dia. 

Sejumlah pihak mengaku pesimis sisa tahapan Pilkada 2020 akan dilaksanakan dengan pengawasan protokol kesehatan yang ketat. Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono pesimis pelaksanaan pilkada nantinya dapat dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan. Pasalnya, melihat beberapa tahapan sebelumnya, masyarakat nyatanya masih sulit untuk taat pada protokol.

Kondisi itu, menurut Pandu, dipicu oleh pemerintah dan partai politik yang tidak tegas menindak para pelanggar protokol kesehatan meski catatan kasus Covid-19 terus melonjak.

"Kalau mau digeneralisir, ya artinya kan dari pilkada ini nggak ada yang peduli aturan-aturan. Aturan tinggal aturan. Nggak pernah dilaksanakan dengan baik. Karena enggak ada kepedulian dari paslonnya. Dari parpol juga. Dan menurut saya juga dari KPU juga nggak mungkin melaksanakan penindakan," ujar dia, 

Sementara itu, anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menyebut bahwa pemberian sanksi tegas terhadap para pelanggar kesehatan tak bisa dilakukan lantaran terbentur undang-undang. 

Kendati pihaknya ingin sanksi dapat diberikan lebih tegas, namun PKPU Nomor 13/2020 yang baru terbit Kamis (24/9) lalu, belum memberi kewenangan terhadap Bawaslu.

UU yang dimaksud Afif adalah UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. 

"Terus terang saja, UU yang kita pakai kan memang sama. PKPU menyesuaikan dengan protokol kesehatan. Nah banyak hal yang kita mau progresif kemudian mentok di UU," ujar Afif dalam diskusi daring membahas kampanye Pilkada 2020 di masa pandemi, Kamis (24/9).

Berita Lainnya

Index